Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
{
يَا غُلَامُ سَمِّ اللَّهَ وَكُلْ بِيَمِينِكَ وَكُلْ
مِمَّا يَلِيكَ }
“Wahai
anakku, sebutlah nama Allah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah
makanan yang berada di dekatmu.”
(HR Bukhari no. 5376 dan Muslim 2022)
Hadits
di atas mengandung tiga adab makan:
Pertama,
membaca basmallah
Di
antara sunnah Nabi adalah mengucapkan bismillah sebelum makan dan minum
dan mengakhirinya dengan memuji Allah. Imam Ahmad mengatakan, “Jika dalam satu
makanan terkumpul 4 (empat) hal, maka makanan tersebut adalah makanan yang
sempurna. Empat hal tersebut adalah menyebut nama Allah saat mulai makan,
memuji Allah di akhir makan, banyaknya orang yang turut makan dan berasal dari
sumber yang halal.
Menyebut
nama Allah sebelum makan berfungsi mencegah setan dari ikut berpartisipasi
menikmati makanan tersebut. Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
“Apabila kami makan bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka
kami tidak memulainya sehingga Nabi memulai makan. Suatu hari kami makan
bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tiba-tiba datanglah seorang
gadis kecil seakan-akan anak tersebut terdorong untuk meletakkan tangannya
dalam makanan yang sudah disediakan. Dengan segera Nabi memegang tangan anak
tersebut. Tidak lama sesudah itu datanglah seorang Arab Badui. Dia datang
seakan-akan di dorong oleh sesuatu. Nabi lantas memegang tangannya. Sesudah itu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
syaitan turut menikmati makanan yang tidak disebut nama Allah padanya. Syaitan
datang bersama anak gadis tersebut dengan maksud supaya bisa turut menikmati
makanan yang ada karena gadis tersebut belum menyebut nama Allah sebelum makan.
Oleh karena itu aku memegang tangan anak tersebut. Syaitan pun lantas datang
bersama anak Badui tersebut supaya bisa turut menikmati makanan. Oleh karena
itu, ku pegang tangan Arab Badui itu. Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya
sesungguhnya tangan syaitan itu berada di tanganku bersama tangan anak gadis
tersebut.” (HR Muslim no. 2017)
Bacaan
bismillah yang sesuai dengan sunnah adalah cukup dengan bismillah
tanpa tambahan ar-Rahman dan ar-Rahim. Dari Amr bin Abi Salamah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai anakku,
jika engkau hendak makan ucapkanlah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu
dan makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR Thabrani dalam Mu’jam
Kabir)
Apabila
kita baru teringat kalau belum mengucapkan bismillah sesudah kita
memulai makan, maka hendaknya kita mengucapkan bacaan yang Nabi ajarkan
sebagaimana dalam hadits berikut ini, dari Aisyah radhiyallahu ‘anhu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika salah satu
kalian hendak makan, maka hendaklah menyebut nama Allah. Jika dia lupa untuk
menyebut nama Allah di awal makan, maka hendaklah mengucapkan bismillahi
awalahu wa akhirahu.” (HR Abu Dawud no. 3767 dan dishahihkan oleh
al-Albani)
Apabila
kita selesai makan dan minum lalu kita memuji nama Allah maka ternyata amal
yang nampaknya sepele ini menjadi sebab kita mendapatkan ridha Allah. Dari Anas
bin Malik, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Sesungguhnya Allah ridha terhadap seorang hamba yang menikmati
makanan lalu memuji Allah sesudahnya atau meneguk minuman lalu memuji Allah
sesudahnya.” (HR Muslim no. 2734)
Bentuk
bacaan tahmid sesudah makan sangatlah banyak. Diantaranya adalah dari Abu
Umamah, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai
makan mengucapkan:
{
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي كَفَانَا وَأَرْوَانَا غَيْرَ
مَكْفِيٍّ وَلَا مَكْفُورٍ }
“segala
puji milik Allah Dzat yang mencukupi kita dan menghilangkan dahaga kita, pujian
yang tidak terbatas dan tanpa diingkari.”
Terkadang
beliau juga mengucapkan:
{
الـحَمْدُ للـهِ حَمْداً كَثِيراً طَيِّباً مُبَارَكاً
فِيهِ، غَيْرَ [مَكْفِيٍّ ولا] مُوَدَّعٍ، ولا مُسْتَغْنَىً عَنْهُ رَبَّنَا }
“Segala
puji bagi Allah dengan pujian yang banyak dan penuh berkah meski bukanlah
pujian yang mencukupi dan memadai, dan meski tidaklah dibutuhkan oleh Rabb
kita.” (HR. Bukhari).
Dari
Abdurrahman bin Jubair dia mendapat cerita dari seorang yang melayani Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam selama delapan tahun. Orang tersebut mengatakan, ia
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan bismillah
apabila makanan disuguhkan kepada beliau. Apabila selesai makan Nabi berdoa: Allahumma
Ath’amta wa Asqaita wa Aqnaita wa Ahyaita falillahil hamdu ala ma A’thaita
yang artinya, “Ya Allah engkaulah yang memberi makan memberi minum, memberi
berbagai barang kebutuhan, memberi petunjuk dan menghidupkan. Maka hanya
untukmu segala puji atas segala yang kau beri.” (HR Ahmad)
Hadits
ini menunjukkan bahwa ketika kita hendak makan cukup mengucap bismillah
saja tanpa arrahman dan arrahim dan demikianlah yang dilakukan
oleh Nabi sebagaimana tertera tegas dalam hadits di atas. Di samping
bacaan-bacaan tahmid di atas, sebenarnya masih terdapat bacaan-bacaan yang
lain. Dan yang paling baik dalam hal ini adalah berganti-ganti, terkadang
dengan bentuk bacaan tahmid yang ini dan terkadang dalam bentuk bacaan tahmid
yang lain. Dengan demikian kita bisa menghafal semua bacaan doa yang Nabi
ajarkan serta mendapatkan keberkahan dari semua bacaan-bacaan tersebut. Di
samping itu kita bisa meresapi makna-makna yang terkandung dalam masing-masing
bacaan tahmid karena kita sering berganti-ganti bacaan. Jika kita membiasakan
melakukan perkara tertentu seperti membaca bacaan zikir tertentu, maka jika ini
berlangsung terus menerus kita kesulitan untuk meresapi makna-makna yang kita
baca, karena seakan-akan sudah menjadi suatu hal yang refleks dan otomatis
Kedua,
makan dan minum menggunakan tangan kanan dan tidak menggunakan tangan kiri
Dari
Jabir bin Aabdillah radhiyallahu ‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “janganlah kalian makan dengan tangan kiri karena
syaitan itu juga makan dengan tangan kiri.” (HR Muslim no. 2019) dari Umar radhiyallahu
‘anhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika
salah seorang diantara kalian hendak makan maka hendaknya makan dengan
menggunakan tangan kanan, dan apabila hendak minum maka hendaknya minum juga
dengan tangan kanan. Sesungguhnya syaitan itu makan dengan tangan kiri dan juga
minum dengan menggunakan tangan kirinya.” (HR Muslim no. 2020) Imam Ibnul
Jauzi mengatakan, “karena tangan kiri digunakan untuk cebok dan memegang
hal-hal yang najis dan tangan kanan untuk makan maka tidak sepantasnya salah
satu tangan tersebut digunakan untuk melakukan pekerjaan tangan yang lain.” (Kasyful
Musykil, hal 2/594)
Meskipun
hadits-hadits tentang hal ini sangatlah terkenal dan bisa kita katakan orang
awam pun mengetahuinya, akan tetapi sangat disayangkan masih ada sebagian kaum
muslimin yang bersih kukuh untuk tetap makan dan minum dengan menggunakan
tangan kiri. Apabila ada yang mengingatkan, maka dengan ringannya menjawab
karena sudah terlanjur jadi kebiasaan yang sulit untuk dihilangkan. Tidak
disangsikan lagi bahwa prinsip seperti ini merupakan tipuan syaitan agar
manusia jauh dari mengikuti aturan Allah yang Maha Penyayang. Lebih parah lagi
jika makan dan minum dengan tangan kiri ini disebabkan faktor kesombongan.
Dari
Salamah bin Akwa radhiyallahu ‘anhu beliau bercerita bahwa ada seorang
yang makan dengan menggunakan tangan kiri di dekat Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Melihat hal tersebut Nabi bersabda, “Makanlah dengan
tangan kananmu.” “Aku tidak bisa makan dengan tangan kanan,” sahut orang
tersebut. Nabi lantas bersabda, “Engkau memang tidak biasa menggunakan
tangan kananmu.” Tidak ada yang menghalangi orang tersebut untuk menuruti
perintah Nabi kecuali kesombongan. Oleh karena itu orang tersebut tidak bisa
lagi mengangkat tangan kanannya ke mulutnya.” (HR Muslim no. 2021)
Meskipun
demikian jika memang terdapat alasan yang bisa dibenarkan yang menyebabkan
seseorang tidak bisa menikmati makanan dengan tangan kanannya karena suatu
penyakit atau sebab lain, maka diperbolehkan makan dengan menggunakan tangan
kiri. Dalilnya firman Allah, “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. al-Baqarah: 286)
Ketiga,
memakan makanan yang berada di dekat kita
Umar
bin Abi Salamah meriwayatkan, “Suatu hari aku makan bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, dan aku mengambil daging yang berada di pinggir nampan,
lantas Nabi bersabda, “Makanlah makanan yang berada di dekatmu.” (HR.
Muslim, no. 2022)
Hikmah
dari larangan mengambil makanan yang berada di hadapan orang lain, adalah
perbuatan kurang sopan, bahkan boleh jadi orang lain merasa jijik dengan
perbuatan itu.
Anas
bin Malik meriwayatkan, “Ada seorang penjahit yang mengundang Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam untuk menikmati makanan yang ia buat. Aku ikut pergi
menemani Nabi. Orang tersebut menyuguhkan roti yang terbuat dari gandum kasar
dan kuah yang mengandung labu dan dendeng. Aku melihat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam selalu mengambil labu yang berada di pinggir nampan.”
(HR. Bukhari, no. 5436, dan Muslim no. 2041)
Kalau
lihat hadits
ini, Nabi pernah tidak hanya memakan makanan yang berada di dekat beliau,
tetapi juga di depan orang lain. Sehingga untuk kompromi dua hadits
tersebut, Ibnu Abdil Bar dalam at-Tamhiid Jilid I halaman 277,
mengatakan, “Jika dalam satu jamuan ada dua jenis atau beberapa macam lauk,
atau jenis makanan yang lain, maka diperbolehkan untuk mengambil makanan yang
tidak berada di dekat kita. Apabila hal tersebut dimaksudkan untuk memilih
makanan yang dikehendaki. Sedangkan maksud Nabi, “Makanlah makanan yang ada
di dekatmu” adalah karena makanan pada saat itu hanya satu jenis saja.
Demikian penjelasan para ulama”
No comments:
Post a Comment