Setiap
kita punya kewajiban untuk berdakwah. Harus ada yang menunaikannya di
suatu negeri. Jika tidak ada yang menunaikan dakwah, maka semuanya
berdosa. Jika sudah ada yang menunaikan, maka yang lain gugur
kewajibannya. Namun dakwah di sini sesuai kemampuan. Karena
demikianlah yang namanya kewajiban. Para ulama memberikan kaedah,
“Kewajiban
itu tergantung pada kemampuan”.
Demikianlah dalam dakwah.
Perintah
untuk Berdakwah
Dakwah
itu adalah suatu kewajiban. Jika sebagian telah menunaikannya, maka
gugur bagi yang lainnya. Kata Ibnu Taimiyahrahimahullah dalam
risalah beliau yang penuh faedah,
Para
salaf mengatakan, telah disepakati bahwa amar ma’ruf nahi munkar
itu wajib bagi insan. Namun wajibnya adalah fardhu kifayah, hal ini
sebagaimana jihad dan mempelajari ilmu tertentu serta yang lainnya.
Yang dimaksud fardhu kifayah adalah jika sebagian telah memenuhi
kewajiban ini, maka yang lain gugur kewajibannya. Walaupun pahalanya
akan diraih oleh orang yang mengerjakannya, begitu pula oleh orang
yang asalnya mampu namun saat itu tidak bisa untuk melakukan amar
ma’ruf nahi mungkar yang diwajibkan. Jika ada orang yang ingin
beramar ma’ruf nahi mungkar, wajib bagi yang lain untuk membantunya
hingga maksudnya yang Allah dan Rasulnya perintahkan tercapai (Lihat
risalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, penjelasan firman Allah: Kuntum
khoiro ummati ukhrijat linnaas dalam Al
Majmu’atul ‘Aliyyah min Kutub wa Rosail wa Fatawa Syaikhul Islam
Ibni Taimiyah,
Dar Ibnil Jauzi, cetakan pertama,, Muharram, 1422, hal. 62-63).
Mengenai
perintah untuk berdakwah sekaligus keutamaannya dijelaskan dalam
ayat-ayat berikut ini.
Allah Ta’ala berfirman,
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ
تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
“Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah”
(QS. Ali Imron: 110).
وَمَنْ
أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى
اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ
إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Siapakah
yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?”
(QS. Fushshilat: 33).
وَأْمُرْ
بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَ عَنِ الْمُنْكَرِ
وَاصْبِرْ عَلَى مَا أَصَابَكَ إِنَّ
ذَلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ
“Dan
suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari
perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa
kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan
(oleh Allah)”
(QS. Luqman: 17).
Berdakwah
Sesuai Kemampuan
Para
ulama memberikan kaedah, “Kewajiban
itu berkaitan dengan kemampuan”.
Sebagaimana kata Ibnu Taimiyahrahimahullah dalam
Majmu’ Al Fatawa (3: 312),
وَأَمَّا
مَا يَجِبُ عَلَى أَعْيَانِهِمْ فَهَذَا
يَتَنَوَّعُ بِتَنَوُّعِ قَدْرِهِمْ
وَمَعْرِفَتِهِمْ وَحَاجَتِهِمْ
“Kewajiban
yang mengenai individu itu bertingkat sesuai pada kemampuan, tingkat
ma’rifah (pengenalan) dan kebutuhan”
Kaedah
di atas didukung oleh dalil-dalil berikut ini.
Allah Ta’ala berfirman,
لَا
يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا
وُسْعَهَا
“Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”
(QS. Al Baqarah: 286).
لَا
نُكَلِّفُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ
“Kami
tidak memikulkan kewajiban kepada diri seseorang melainkan sekedar
kesanggupannya, mereka itulah penghuni-penghuni surga; mereka kekal
di dalamnya”
(QS. Al A’rof: 42).
وَمَا
جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ
حَرَجٍ
“Dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu
kesempitan”
(QS. Al Hajj: 78).
Dari
Abu Hurairah, ia berkata, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا
أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ
مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Dan
apa yang diperintahkan bagi kalian, maka lakukanlah semampu kalian”
(HR. Bukhari no. 7288 dan Muslim no. 1337).
Dari
Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu
‘anhu,
ia mendengar Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ
بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ
“Barangsiapa
di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka ubahlah dengan
tangannya. Jika tidak mampu, maka ubahlah dengan lisannya. Dan jika
tidak mampu, maka ingkarilah dengan hatinya. Ini menunjukkan
serendah-rendahnya iman”
(HR. Muslim no. 49).
Nasehat
Ibnu Taimiyah
يَجِبُ
عَلَيْهِ أَنْ يَقُومَ مِنْ الدَّعْوَةِ
بِمَا يَقْدِرُ عَلَيْهِ إذَا لَمْ يَقُمْ
بِهِ غَيْرُهُ فَمَا قَامَ بِهِ غَيْرُهُ
سَقَطَ عَنْهُ وَمَا عَجَزَ لَمْ يُطَالَبْ
بِهِ .
وَأَمَّا
مَا لَمْ يَقُمْ بِهِ غَيْرُهُ وَهُوَ
قَادِرٌ عَلَيْهِ فَعَلَيْهِ أَنْ يَقُومَ
بِهِ
“Setiap
orang dari umat ini punya kewajiban untuk menyampaikan dakwah sesuai
kemampuannya. Jika sudah ada yang berdakwah, maka gugurlah kewajiban
yang lain. Jika tidak mampu berdakwah, maka tidak terkena kewajiban
karena kewajiban dilihat dari kemampuan. Jika tidak ada yang
berdakwah padahal ada yang mampu, maka ia terkena kewajiban untuk
berdakwah” (Majmu’ Al Fatawa, 15: 166).
فَإِذَا
قَوِيَ أَهْلُ الْفُجُورِ حَتَّى لَا
يَبْقَى لَهُمْ إصْغَاءٌ إلَى الْبِرِّ
؛ بَلْ يُؤْذُونَ النَّاهِيَ لِغَلَبَةِ
الشُّحِّ وَالْهَوَى وَالْعُجْبِ سَقَطَ
التَّغْيِيرُ بِاللِّسَانِ فِي هَذِهِ
الْحَالِ وَبَقِيَ بِالْقَلْبِ
“Jika
pelaku maksiat sudah semakin keras kepala dan tidak mau berubah
menjadi baik, bahkan jadi menyakiti orang yang melarang dari
kemungkaran, maka gugurlah kewajiban mengingkari kemungkaran dengan
lisan dalam kondisi seperti ini. Namun tetap punya kewajiban
mengingkari kemungkaran dengan hati” (Majmu’ Al Fatawa, 2: 110).
أن
من كان في دار الكفر وقد آمن وهو عاجز عن
الهجرة لا يجب عليه من الشرائع ما يعجز
عنها بل الوجوب بحسب الإمكان
“Siapa
yang berada di negeri kafir dan ia telah merasa aman (untuk menjaga
agamanya, pen), namun ia sulit untuk berhijrah (ke negeri Islam),
maka tidak wajib baginya melakukan hal yang ia tidak mampu. Yang ia
mampu saja yang ia lakukan” (Minhajus Sunnah, 5: 122).
Ada
pula faedah dari perkataan Ibnu Taimiyah di mana kita boleh saja
mengakhirkan suatu penjelasan pada umat kala mereka belum bisa
menerima di awal-awal dakwah. Kata beliau rahimahullah,
قَدْ
يُؤَخِّرُ الْبَيَانَ وَالْبَلَاغَ
لِأَشْيَاءَ إلَى وَقْتِ التَّمَكُّنِ
كَمَا أَخَّرَ اللَّهُ سُبْحَانَهُ
إنْزَالَ آيَاتٍ وَبَيَانَ أَحْكَامٍ
إلَى وَقْتِ تَمَكُّنِ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
تَسْلِيمًا إلَى بَيَانِهَا
“Suatu
penjelasan dan dakwah pada suatu masalah bisa saja diakhirkan hingga
waktu yang memungkinkan sebagaimana Allah subhanahu wa ta’ala
mengakhirkan turunnya ayat dan penjelasan hukum hingga waktu yang
memungkinkan saat Rasul bisa menerima dan bisa menjelaskannya”
(Majmu’ Al Fatawa, 20: 59).
Semoga
dengan sedikit penjelasan ini semakin menyemangati kita untuk
berdakwah sesuai kemampuan kita. Semoga dengan mengenal keutamaan
dakwah berikut ini kita semakin bersemangat.
Dari Abu
Mas’ud Uqbah bin Amir Al Anshari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ
فَاعِلِهِ
“Barangsiapa
yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala
seperti pahala orang yang mengerjakannya”
(HR. Muslim no. 1893). Bahkan pahala orang yang didakwahi tidak
berkurang sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ
دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ
الأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ
لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ
شَيْئًا
“Barangsiapa
memberi petunjuk pada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala
seperti pahala orang yang mengikuti ajakannya tanpa mengurangi pahala
mereka sedikit pun juga”
(HR. Muslim no. 2674).
Dari
Abu Umamah Al Bahili radhiyallahu
‘anhu,
ia berkata, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ
اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ وَأَهْلَ
السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ حَتَّى
النَّمْلَةَ فِي جُحْرِهَا,
لَيُصَلُّوْنَ
عَلَى مُعَلِّمِي النَّاسِ الْخَيْرَ
“Sesungguhnya
para malaikat, serta semua penduduk langit-langit dan bumi, sampai
semut-semut di sarangnya, mereka semua bershalawat (mendoakan
dan memintakan ampun) atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada
manusia”
(HR. Tirmidzi no. 2685. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih)
No comments:
Post a Comment