Dalam keyakinan yang benar yaitu
keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sesuai pemahaman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabat, iman itu tidak cukup keyakinan
dalam hati, tetapi harus diucapkan di lisan dan dibuktikan dalam amal perbuatan
anggota badan. Jadi, ada tiga komponen di dalam iman. Jika seseorang
mengucapkan laa ilaha illallah, namun tiada amalan dalam hidupnya, seperti
enggan untuk shalat
sama sekali, maka pengakuannya sebagai muslim hanyalah pengakuan yang dusta.
Dalam hadits dari Abu Hurairah
disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ
بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ
وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ
الإِيمَانِ
“Iman itu ada 70 atau 60 sekian
cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘laa ilaha illallah’ (tiada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah), yang paling rendah adalah
menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan bagian dari iman.”
(HR. Bukhari no. 9 dan Muslim no. 35).
Cabang Iman
Iman secara bahasa berarti tashdiq
(membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah perkataan di lisan,
keyakinan dalam hati, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan
ketaatan dan berkurang dengan maksiat.
Disebutkan dalam hadits
di atas bahwa cabang iman yang tertinggi ialah kalimat ‘laa ilaha illalah’
(tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah). Kalimat tersebut adalah
pokok Islam dan Iman. Kalimat tersebut merupakan rukun pertama dari Islam dan
yang bisa membuat seseorang masuk Islam.
Sedangkan cabang iman yang paling
rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, yang dimaksud di sini adalah
menyingkirkan setiap gangguan apa pun. Sedangkan meletakkan gangguan di jalanan
termasuk sesuatu yang terlarang. Semisal memarkir mobil di tengah jalan dan
mengganggu kendaraan yang lalu lalang, ini termasuk meletakkan gangguan di
jalan. Mengalirkan air sehingga mengganggu orang lain di jalan, ini pun
termasuk yang terlarang. Begitu pula meletakkan batu sehingga mengganggu di
jalan, ini pun terlarang. Apalagi jika sampai meletakkan bom di jalanan,
meskipun disebut sebagai jihad! Jika seseorang menyingkirkan
gangguan-gangguan tadi dari jalanan, itu menunjukkan keimanannya.
Malu pun termasuk cabang iman.
Seseorang yang memiliki sifat malu, maka dirinya akan semakin mempesona dengan
akhlaknya yang mulia tersebut. Malu ada dua macam sebagaimana dijelaskan oleh
guru kami, Syaikh Sholih Al Fauzan:
1- Malu yang terpuji: Malu yang bisa
mengantarkan pada kebaikan dan mencegah dari kejelekan.
2- Malu yang tercela: Malu yang
menghalangi seseorang dair berbuat baik, dari menuntut ilmu
dan malu bertanya dalam perkara yang dibingungkan.
Cabang iman sebenarnya amatlah banyak,
sebagaimana disebutkan ada 60 atau 70 sekian cabang. Bahkan Imam Al Baihaqi
memiliki karya tulis dalam masalah cabang-cabang iman ini, yaitu dalam
kitab Syu’abul Iman dan kitab ringkasannya pun sudah ada yang
tercetak (dalam versi Arabic).
Beberapa Keyakinan dalam
Masalah Iman
1- Ahlus Sunnah wal Jama’ah: Iman
adalah keyakinan dalam hati, perkataan dalam lisan dan amalan dengan anggota
badan.
Dalil yang menunjukkan keyakinan
ahlus sunnah adalah hadits Abu Hurairah yang telah disebutkan di
atas. Perkataan ‘laa ilaha illallah’ menunjukkan bahwa iman harus dengan ucapan
di lisan. Menyingkirkan duri dari jalanan menunjukkan bahwa iman harus dengan
amalan anggota badan. Sedangkan sifat malu menunjukkan bahwa iman harus dengan
keyakinan dalam hati, karena sifat malu itu di hati. Inilah dalil yang
menunjukkan keyakinan ahlu sunnah di atas. Sehingga iman yang benar jika
terdapat tiga komponen di dalamnya yaitu (1) keyakinan dalam hati, (2) ucapan di lisan, dan (3)
amalan dengan anggota badan.
Secara jelas keyakinan Ahlus Sunnah
mengenai iman termaktub dalam perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam
kitabnya Al ‘Aqidah Al Wasithiyyah di mana beliau
berkata,
فَصْلٌ : وَمِنْ أُصُولِ أَهْلِ
السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ أَنَّ الدِّينَ وَالْإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ ، قَوْلُ
الْقَلْبِ وَاللِّسَانِ ، وَعَمَلُ الْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ ،
وَأَنَّ الْإِيمَانَ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ ، وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ .
“Fasal: Di antara pokok akidah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah, bahwa agama dan iman terdiri dari: perkataan dan amalan,
perkataan hati dan lisan, amalan hati, lisan dan anggota badan. Iman itu bisa
bertambah dengan melakukan ketaatan dan bisa berkurang karena maksiat.”
2- Murji’ah: Iman adalah keyakinan dalam hati dan ucapan di
lisan saja.
3- Karomiyah: Iman adalah ucapan di
lisan saja.
4- Jabariyyah: Iman adalah
pengenalan dalam hati saja.
5- Mu’tazilah: Iman adalah keyakinan
dalam hati, ucapan dalam lisan dan amalan anggota badan. Namun ada sisi yang
membedakan Mu’tazilah dan Ahlus Sunnah. Mu’tazilah menganggap bahwa pelaku dosa
besar hilang darinya cap iman secara total dan kekal di neraka. Sedangkan Ahlus
Sunnah, pelaku dosa besar masih diberi cap iman, akan tetapi ia dikatakan
kurang imannya dan tidak kekal dalam neraka jika memasukinya.
Semoga Allah memudahkan kita untuk
memahami iman
dengan benar.
No comments:
Post a Comment