Flashback…
Aisyah
dapat sms dari Hasan saat Aisyah di kantor, yang isinya “ibunya bu Nur
meninggal”. Awalnya Aisyah tidak mengerti karena sms itu dalam bahasa Jawa,
tapi seperti itulah isinya.
Aisyah
membalas “Innalillaahiroji’un,kapan meninggalnya?”.
Hasan
menjawab: “jam 11.00 tadi, anti mau datang?”
Aisyah:
”Insya Allah, sepulang kantor ana ke sana”
Hasan
: “ana sudah di perjalanan ke sana, tempatnya di Mojosari ukh”
Aisyah:
“Mojosari? ana pikir di rumahnya bu nur. Kalau antum sudah ke sana, minta
tolong antum smskan alamat lengkapnya”
Hasan:
“tempatnya jauh ukh, anti berani ta?”
Aisyah
sudah mulai tidak nyaman dengan sms ikhwan ini tapi dia coba untuk tetap
positive thinking dan membalas: ”Insya Allah ana ke sana sepulang kantor”
Hasan
membalas: “tempatnya benar-benar jauh ukh, jauh masuk ke dalam, dan sekarang
hujan ukh, ana kebasahan”
Aisyah
benar-benar jengkel dengan sms ikhwan ini, aisyah tidak menyangka ikhwan itu
akan sms seperti itu. dalam hati aisyah berkata ‘ngapain kamu bilang ke saya
kalau kamu kebasahan? Ih…’.
Dengan
jengkel aisyah membalas “Pokoknya antum kirim alamat lengkapnya aja, bisa
tidaknya ana ke sana dilihat nanti, lagian ana bareng ukh nisa kok”.
Perbincanganpun
berakhir. Kemudian aisyah mencoba untuk menghubungi bu nur tapi tidak dibalas.
“bu nur pasti sibuk” kata aisyah dalam batinnya. Tidak lama kemudian…
Hasan
sms: ”Kapan anti ke sini, ditanyakan sama bu nur”
Aisyah
membalas “ Insya Allah pulang kantor, sekitar jam 16.00-16.30. Insya Allah jam
17.30 nyampe sana”.
Namun
hari itu Aisyah pulang telat, dan ternyata nisa tidak bisa pergi karena dia
kerja dan tempatnya jauh. Sekitar jam 16.30 Aisyah selesai di kantor tapi
hujannya masih sangat deras. Aisyah mulai bingung antara pergi dengan tidak.
Tapi dia menguatkan hati untuk pergi.
Kemudian
nisa sms: ”anti jadi ta pergi? hujan ukh dan sudah sore banget, anti sendirian
dan tidak tahu tempatnya. Nanti anti nyasar. Kalau siang mungkin g pa2 tapi
nanti anti pasti nyampe malam di sana”. Aisyah juga sebenarnya takut, karena
dia juga tidak mengerti jalan. Aisyah pun tidak jadi pergi dan dengan berat
hati meminta maaf kepada bu Nur.
Itulah
awal kejengkelan Aisyah pada Hasan. Apalagi setelah itu Hasan selalu sms
Aisyah, tapi Aisyah selalu menanamkan sikap “positive thinking” dan tidak ingin
berpikir macam2 sehingga dia tetap balas dengan seperlunya. Dalam sehari
dia pasti sms, ada saja yang di sms. Sampai akhirnya Hasan sms sesuatu yang
membuat aisyah benar-benar tidak nyaman dan merasa harus menegur Hasan. Aisyah
yakin Hasan pasti tidak sadar dengan kelakuannya. Dengan memilih kata-kata
sesopan mungkin, Aisyah membalas sms Hasan malam itu.
Aisyah:
“Afwan jiddan akh, tapi sepertinya antum sudah kelewatan. Ana tidak suka kalau
antum sms seperti itu sama ana. Itu adalah sms yang tidak seharusnya antum
kirim kepada ‘akhwat’. Kita sama-sama tarbiyah dan sudah mengerti batas2 antara
ikhwan dan akhwat. Sekali lagi afwan jika salah tapi mohon pengertiannya”.
Malam
itu Hasan tidak membalas. Aisyah berfikir “apa mungkin dia tersinggung dan
marah? tapi sudahlah, toh memang harus seperti itu”. Isi smsnya mungkin
dianggap biasa oleh orang umum tapi menurut aisyah, untuk orang-orang
tertarbiyah itu adalah hal yang tidak pantas.
Hasan
hanya mengutarakan rasa kagumnya pada Aisyah, kagum dalam artian kepribadian
dan cara hidup Aisyah. Jadi tidak mengatakan kalau hasan punya “feeling” atau
mengatakan kalau Aisyah itu cantik dll.
Paginya
Hasan membalas: ”Afwan ukhti, ana yang salah”
Seperti
biasanya, walaupun Aisyah memiliki watak jutek dan judes tapi Aisyah adalah
orang yang punya “rasa tidak enak”(gak ngerti namanya he…) yang sangat tinggi
jadi dia membalas,
Aisyah:
”iya akh, ngga apa-apa, Sesama muslim memang wajib saling mengingatkan”.
Aisyah
lega saat itu, artinya dia tidak akan terganggu lagi oleh Hasan dan bisa lebih
fokus pada pembinaan adek-adekku yang pastinya selalu berhubungan dengan Hasan,
karena Hasan adalah koordinator pembinaan adek-adek yang Aisyah bina. Jadi
tidak akan ada pikiran yang macem-macem lagi dan fokus ke pembinaan.
Setelah
beberapa hari, Hasan memang tidak pernah sms yang “aneh-aneh” lagi kepada
Aisyah, tapi tidak lama kemudian, Hasan sms lagi. Smsnya memang ada hubungannya
dengan ‘dakwah’ tapi menurut Aisyah itu tidak terlalu penting untuk dibahas
dengan yang bukan muhrim dan mau tidak mau Aisyah harus mengingatkan Hasan lagi.
Bahkan Aisyah sudah tidak sungkan-sungkan mengkritik secara kasar. Bahkan
ketika syuro membahas adek binaan Aisyah, karena saat itu ada masalah dengan
adek binaan Aisyah. Aisyah sengaja menunjukkkan wajah jutek dan pasti sangat
jelek kepada Hasan, tapi ternyata itu tidak cukup membuat Hasan mengerti sampai
akhirnya berita itu Aisyah dengar.
Aisyah
segera berangkat dan Alhamdulillah dia tidak telat. Setelah selesai mengisi
adek-adek, Bu Nur memanggil Aisyah, katanya ada amanah yang harus disampaikan.
Ternyata ikhwan itu berniat ingin mengKhitbah Aisyah. Aisyah terlihat bingung
dan bu Nur menyarankan untuk sholat istikharah dulu.
Aisyah
pun pamit. Aisyah memikirkan hal itu di jalan, Aisyah cukup bingung untuk
mengambil keputusan karena ikhwan itu sudah dianggap anak oleh bu Nur sehingga
Aisyah juga harus memikirkan perasaan bu Nur. Bu Nur pun sms Aisyah,
Bu
Nur: “Afwan ya nak karena sudah lancang sama nak Aisyah, sebenarnya ibu sudah
sampaikan untuk lewat MR saja tapi anaknya pengen disampaikan dahulu. Ibu tidak
enak sama nak Aisyah”.
Aisyah:
”Tidak apa-apa bu, Ibu tidak salah. Dia kan sudah ada niat untuk menikah jadi
tidak masalah jika hal itu disampaikan. Kata MR Aisyah, jodoh itu bisa lewat
mana aja, tidak harus lewat MR yang penting prosesnya tetap syar’i. Aisyah
mohon doa’anya bu Nur untuk kami. Ketika memang berjodoh maka semoga dimudahkan
tapi jika tidak, maka Allah sudah menetapkan yang terbaik untuk Aisyah dan
dia”.
Bu
Nur: “iya nak, semoga nak aisyah dan dia diberi yang terbaik Aamin”.
Aisyah
masih memikirkannya. “Astaghfirullah, keadaannya begitu bertepatan saat saya
jengkel dengannya tadi pagi, kemudian mendengar niatnya seperti ini sekarang.
Apa yang harus saya lakukan???” Kata aisyah dalam hati.
Kemudian
Aisyah meyakinkan pada dirinya sendiri ”saya tidak boleh memikirkan yang telah
dilakukannya kemarin, bukankah setiap orang pernah melakukan kekhilafan,
mungkin dia khilaf kemarin itu sehingga saya tidak boleh terlalu menilai orang
itu dari kekhilafannya kemarin. Bukankah saya pernah melakukan kekhilafan yang
lebih berat???” Aisyah terlihat sedih dan sangat malu ketika mengingat
kekhilafan yang pernah dilakukannya. “Ya Allah, maafkanlah hamba-Mu ini yang
begitu hina dan bantulah hamba-Mu ini ya Allah….” Do’a aisyah dalam hati. Tapi
sayang, ternyata Aisyah kedatangan ‘tamu bulanan’ sehingga ia tidak bisa
sholat.
Aisyah
mulai mencari jawaban dengan cara membaca artikel tentang pernikahan. Selain
itu, Aisyah juga merasa memerlukan masukkan dari orang lain sehingga dia bercerita
kepada temannya.
Satu
minggu berlalu tapi aisyah belum bisa memberikan jawaban karena Aisyah belum
sholat. Bu Nur pun tidak menyinggung hal tersebut saat Aisyah ke rumah beliau.
Setelah
bisa sholat, Aisyah langsung sholat istikharah meminta petunjuk kepada Allah
tapi Aisyah tetap bimbang. “saya tidak akan memunafikan bahwa saya pernah
simpatik kepada Hasan, saya kagum pada ikhwan tersebut. Ikhwan yang aktif dalam
agenda dakwah dan pekerjaanya pun sangat berkaitan dengan dakwah karena milik
wajihah. Awalnya memang simpatik sampai akhirnya Hasan melakukan hal2 konyol
seperti itu” Pikir Aisyah.
Aisyah
benar-benar bingung, apalagi ketika mengingat sabda Rasululullah: “Apabila kamu
sekalian didatangi oleh seseorang yang Dien dan akhlaknya kamu ridhai maka kawinkanlah
ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan terjadi fitnah di
muka bumi ini dan tersebarlah kerusakan.” (HR. At Tirmidzi).
“Apa
yang harus hamba lakukan ya Allah? Berikanlah petunjuk-Mu” Do’a Aisyah.
“Ingin
menolak tapi takut akan peringatan Rasulullah itu. Bukankah ikhwan itu sudah
baik walaupun sempat illfeel karena kelakuannya akhir-akhir ini tapi
saya tetap tidak yakin untuk menerima. Aduh, kenapa dia harus sms seperti
itu??? Kenapa dia tidak bisa menjaga sikapnya sedikit saja??? Andai bisa
menjaga sikap, mungkin tidak akan serumit ini” Astaghfirullah, kenapa saya bisa
berpikir seperti itu. Aisyah berisytighfar beberapa kali karena berfikir
seperti itu.
Ditengah
kebingungan aisyah, Bu Nur sms,
Bu
Nur: “Alhamdulillah nak, nak dana mau walimah. Subhanallah prosesnya hanya 1
minggu nak”.
Membaca
sms dari bu Nur membuat Aisyah berfikir.. ”Prosesnya hanya 1 minggu,
seakan-akan itu adalah teguran untuk saya karena sudah 1 minggu belum ada
jawaban, Mungkin bu Nur tidak bermaksud untuk menyinggung tapi saya tetap
tersinggung” Ucap aisyah pada dirinya sendiri.
Aisyah
meningkatkan kuantitas sholat istikharahnya dengan harapan agar diberi petunjuk
segera sampai akhirnya Aisyah membaca artikel di dakwatuna. Dalam artikel
tersebut disebutkan bahwa salah satu cara ikhtiar untuk mencari jodoh adalah
dengan memperbaiki diri karena yakinlah bahwa di sana pun, di manapun
jodoh berada, dia juga dalam proses perbaikan dirinya sendiri agar dapat
menjadi imam bagi istrinya. Aisyah merasa mantap untuk memberikan jawaban
setelah membaca artikel itu. Aisyah menghubungi bu Nur untuk menyampaikan
jawabannya.
Aisyah:
“Maaf bu sebelumnya, sepertinya aisyah tidak bisa melanjutkan proses ini. Saya
tidak yakin bu, Aisyah merasa belum siap. Aisyah ingin meperbaiki diri menjadi
lebih baik lagi”
Bu
Nur: “Tidak apa2 nak, kalau memang nak aisyah ragu maka tidak usah diterima.
Ini adalah hal yang harus dipikirkan dengan matang jadi kalau nak aisyah ragu
maka tidak usah diterima”
“Alhamdulillah,
saya merasa lega sekarang. Semoga keputusan yang saya ambil adalah keputusan
yang terbaik Aamin….” Kata aisyah dalam hati.
Sebenarnya
Aisyah ada maksud untuk menyampaikan sesuatu kepada Hasan tapi Aisyah berfikir
bahwa itu tidak pantas untuk dilakukan. Ada hikmah yang bisa Aisyah ambil dari
kejadian ini dan Aisyah ingin sekali menyampaikannya kepada ikhwan itu, bukan
hanya kepada ikhwan itu tapi kepada seluruh ikhwan.
Tetaplah
“menjaga pandangan” ikhwah sekalian, ketika engkau bisa menjaga pandanganmu
maka sebenarnya engkau juga telah membantu orang lain untuk menjaga
pandangannya. Dan untuk para ikhwan, jika ada akhwat yang engkau senangi dan
kamu merasa sudah siap maka segeralah untuk mengkhitbahnya, jangan melakukan
hal-hal yang tidak seharusnya hanya untuk mencari perhatian darinya. Ada
kelebihan ikhwan dibandingkan akhwat. Ketika akhwat memiliki rasa untuk orang
lain maka dia tidak bisa mengajukan kepada ikhwan itu, dia hanya bisa tetap
berusaha untuk tetap menjaga hatinya dan itu adalah ujian untuk akhwat, salah
satu hal yang uji oleh Allah tentang “ketahanannya” dalam mejaga hatinya sampai
dipertemukan dengan yang berhak.Menguji imannya tentang tujuan pernikahan.
Tetapi seorang ikhwan, dia diberi “keistimewaan” untuk segera mengajukan ketika
ia menyukai seseorang walaupun konsekuensinya bisa saja ditolak, tapi bukankah
itu lebih baik dibanding akhwat yang tidak memiliki kesempatan untuk segera
menyampaikan asa yang dimilkinya. Bukannya membeda-bedakan, saya yakin
bahwa segala sesuatu ada kelebihan dan kekurangannya termasuk pada aturan yang
ditetapkan ini. Pasti ada hikmah dibalik aturan ini dan kita harus meyakini
itu. Jadi, mari kita melakukan yang terbaik untuk mendapat Ridho-Nya….
No comments:
Post a Comment